Skip to main content

Analisis Puisi 'Doa' Karya Chairil Anwar - Lengkap


Puisi Doa Chairil Anwar


Puisi adalah salah satu karya sastra yang indah. Keindahan puisi dapat dirasakan dari unsur-unsur pembangun yang ada di dalamnya, yaitu unsur fisik puisi dan unsur batin puisi.

Unsur fisik puisi adalah unsur pembangun puisi yang dapat dilihat secara jelas melalui kata-kata yang digunakannya. Unsur fisik puisi meliputi perwajahan puisi (tipografi), diksi, imaji, kata kongkret, bahasa figurative, dan verifikasi (rima, ritme, dan metrum).

Sedangkan unsur batin puisi yaitu unsur pembentuk atau pembangun puisi yang tersembunyi dan tidak bisa dilihat secara kasat mata. Sesuai namanya yaitu “batin” yang berarti tidak bisa dilihat tetapi dapat dirasakan. Unsur batin puisi dapat dirasakan setelah puisi tersebut disampaikan. Adapun unsur-unsur batin puisi meliputi tema/makna (sense), rasa (feeling), nada (tone), dan amanat / tujuan / maksud (itention). Untuk penjelasan masing-masing unsur tersebut sudah diuraikan secara lengkap pada Unsur-unsur Puisi: Struktur Fisik dan Batin Lengkap Contohnya. 

Berikut ini kami sajikan analisis puisi "Do’a" karya Chairil Anwar sebagai berikut:


DO'A


kepada pemeluk teguh


Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut namamu


Biar susah sungguh

mengingat Kau penuh seluruh


cayaMu panas suci

tinggal kerdip lilin di kelam sunyi


Tuhanku

aku hilang bentuk

remuk


Tuhanku

aku mengembara di negeri asing


Tuhanku

di pintuMu aku mengetuk

aku tidak bisa berpaling


A. Analisis Unsur Fisik Puisi "Do’a" Karya Chairil Anwar

1. Tipografi

Tipografi disebut juga perwajahan puisi, yaitu penampilan puisi yang dapat dilihat dari kata-kata, cara penulisan, serta pengaturan barisnya. 

Perwajahan pada Puisi "Do’a" Karya Chairil Anwar ini cukup menarik pembaca. Ditulis dengan model rata kiri, dimana bagian kanannya nampak tidak teratur. Penulisan tiap baris pada puisi ini disusun oleh beberapa kata saja sehingga memunculkan kesan sebagai puisi yang singkat dan indah. Selain itu, terdapat juga penulisan baris puisi yang terdiri dari satu kata saja. 

Secara garis besar, penulisan baris-baris dalam puisi ini tidak panjang-panjang, melainkan pendek. Selain itu, tidak setiap baris puisi diawali dengan huruf kapital. Beberapa baris diawali dengan huruf kapital sedangkan lainnya diawali dengan huruf kecil.


2. Diksi

Diksi yang digunakan penyair adalah kata-kata yang bernada ragu, lemah, bimbang, dan rapuh. Sebagai contoh pengarang menggunakan kata-kata “Dalam termenung”, “Biar susah sungguh”, “penuh seluruh”, “lilin”, “Aku hilang bentuk”, dan “Remuk”.

Kata-kata “Biar susah sungguh” dapat diartikan bahwa penyair sedang berada dalam kondisi yang susah yang teramat dalam. Kemudian kata-kata “penuh seluruh” adalah dua kata yang bermakna sama tetapi disampaikan secara bersamaan. Hal ini menunjukkan bahwa penyair yang menuliskannya sedemikian rupa untuk menunjukkan bahwa dirinya benar-benar dalam kondisi yang sangat membutuhkan Tuhannya dengan segenap jiwa raga sepenuhnya atau secara totalitas.

Selanjutnya, penggunaan kata “lilin” pada baris “Tinggal kerlip lilin di kelam sunyi”. Kata “lilin” dapat diartikan sebagai cahaya kecil yang berfungsi sebagai penerangan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penyair berada dalam kondisi yang teramat susah, namun masih ada secercah harapan dalam jiwanya meskipun hanya kecil ibarat seperti lilin.

Kemudian penggunaan kata-kata “Aku hilang bentuk”. Kata-kata ini dapat diartikan sebagai keadaan yang sangat dan teramat terpuruk. Dengan begitu, penyair menggambarkan bahwa dirinya sedang mengalami keadaan yang luar biasa terpuruk, yaitu tidak seperti kondisi pada umumnya. Penulis telah terpuruk, hancur, atau terjerumus terlalu dalam pada kesesatan yang akhirnya mengakibatkan dirinya hancur. Begitu juga penggunaan kata “Remuk” yang dapat diartikan sebagai keadaan yang benar-benar tidak berbentuk. Ini untuk menguatkan kata-kata sebelumnya dan menunjukkan secara serius bahwa kondisi penyair sungguh tidak berharga lagi.


3. Imaji

Imaji dapat diartikan sebagai kata-kata yang mewakili pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji yang muncul dalam puisi ini diantaranya adalah imaji penglihatan, imaji pendengaran, dan imaji sentuh atau rasa.

Imaji penglihatan dapat ditemukan dalam kata-kata “tinggal kerdip lilin di kelam sunyi”. Penyair mengajak pembaca melihat seberkas cahaya kecil walau hanya sebuah perumpamaan. Sedangkan imaji pendengaran, seperti tertulis pada kata-kata “aku masih menyebut namaMu”. Pembaca diajak seolah-plah mendengar ucapan tokoh aku dalam menyebut nama Tuhan . Selanjutnya, imaji sentuh atau rasa terdapat pada kata-kata “cahaya-mu panas suci”. Penyair menyampaikan kepada pembaca nikmatnya sinar suci Tuhan sehingga pembaca seolah-olah merasakannya.


4. Kata Konkrit

Kata kongkrit bisa diartikan sebagai kata-kata yang dapat ditangkap menggunakan indera manusia dan memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata kongkrit berhubungan dengan kiasan atau lambang.

Kata-kata konkrit dalam puisi Do’a karya Chairil Anwar ini dapat terlihat pada penggunaan kata “termangu”, “Tinggal kerdip lilin dikelam sunyi”, kata-kata “aku hilang bentuk/remuk”, dan “dipintumu aku mengetuk, aku tidak bisa berpaling”.

Penggunaan kata “termangu” dapat diartikan untuk mengkonkritkan bahwa penyair mengalami krisis iman yang membuatnya sering ragu terhadap Tuhan. Penggunaan kata-kata “tinggal kerdip lilin dikelam sunyi” untuk mengkonkritkan bahwa penyair mengalami krisis iman. Sedangkan penggunaan kata-kata “aku hilang bentuk/remuk”, untuk mengkonkritkan gambaran bahwa penyair telah dilumuri dosa-dosa. Selain itu, kata-kata “Di pintumu aku mengetuk, aku tidak bisa berpaling” digunakan untuk mengkonkritkan bahwa tekad penyair yang bulat untuk kembali ke jalan Tuhan”.


5. Gaya Bahasa

Gaya bahasa dapat juga diartikan sebagai bahasa figuratif, bahasa kiasan, atau majas. Gaya bahasa merupakan cara berbahasa yang dapat menghidupkan / meningkatkan efek tertentu atau menimbulkan konotasi tertentu. Gaya Bahasa menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Baca juga pada Pengertian Majas dan Jenis-Jenis Majas Lengkap dengan Contohnya. 

Gaya bahasa yang muncul pada puisi Do’a karya Chairil Anwar ini didominasi oleh majas hiperbola, yaitu melebih-lebihkan. Sebagai contoh kata-kata “Biar susah sungguh / mengingat kau penuh seluruh” atau kata-kata “Tuhanku / aku hlang bentuk / remuk”. Kata-kata tersebut meningkatkan efek atau menimbulkan makna konotasi tertentu, yaitu sangat dan teramat parah (berlebihan).


6. Verifikasi

Verifikasi dalam puisi berarti menyangkut masalah rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup. Ritme (ritma; irama) adalah alunan yg terjadi karena perulangan dan pergantian kesatuan bunyi dalam arus panjang pendek bunyi, keras lembut tekanan, dan tinggi rendah nada. Metrum adalah ukuran irama yang ditentukan oleh jumlah dan panjang tekanan suku kata dalam setiap baris; pergantian naik turun suara secara teratur, dengan pembagian suku kata yang ditentukan oleh golongan sintaksis.

Untuk rima akhir pada puisi Do’a karya Chairil Anwar ini mempunyai pola yang tidak beraturan. Sebagai contoh, bait ke-1 hanya terdiri satu baris yang berarti mempunyai rima akhir a. untuk bait ke-2 terdiri dari tiga baris dengan rima akhir a-a-a. Begitu pula untuk bait ke-3 dan ke-4 mempunyai rima akhir a-a, a-a. Untuk bait-bait salanjutnya tidak menentu rima akhirnya.


B. Analisis Unsur Batin Puisi "Do’a" Karya Chairil Anwar

1. Tema (sense)

Tema adalah pokok pikiran sebuah karya. Puisi yang berjudul “Do’a” ini memiliki tema ketuhanan. Hal ini dapat didasarkan pada diksi yang digunakan yaitu sangat kental dengan kata-kata yang bermakna ketuhanan. Seperti penggunaan kata-kata “Tuhanku / Dalam termangu / Aku masih menyebut nama-Mu”. Kata-kata tersebut menggambarkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya. Selanjutnya, penggunaan kata “masih” dapat diartikan untuk menggambarkan keadaan seorang hamba yang akan selalu mengingat Tuhannya dalam keadaan apapun. Selain itu, penggunaan kata-kata “Tuhanku / Di pintu-Mu aku mengetuk”. Kata-kata ini menggambarkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya dimana hamba tersebut ingin kembali di jalan Tuhannya atau bertaubat.


2. Rasa (feeling)

Rasa adalah sikap seorang penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Perasaan atau suasana dalam puisi karya Chairil Anwar ini adalah menyedihkan dan mengharukan. Perasaan tersebut tergambar dari diksi yang digunakan antara lain “termenung, menyebut nama-Mu, aku hilang bentuk, remuk, aku tak bisa berpaling. Penggunaan kata-kata “dalam termangu aku masih menyebut nama-Mu” menunjukkan bahwa penulis termenung memikirkan perbuatan salahnya dan benar benar menyesal atas apa yang telah ia perbuat. Kemudian penggunaan kata-kata “Di pintu-Mu aku mengetuk” ini adalah bukti suasana yang mengharukan karena menunjukkan penyesalan penulis dan rasa ingin bertaubat dengan sungguh-sungguh.


3. Nada (tone)

Nada adalah sikap penyair terhadap pembacanya yang dapat berupa menggurui, mendikte, bekerja sama, mengajak, menyerahkan masalah, sombong, menganggap bodoh, dan lain-lain. Nada dalam puisi tersebut adalah mengajak (ajakan) agar pembaca menyadari bahwa hidup ini tidak bisa berpaling dari ketentuan Tuhan. Karena itu, dekatkanlah diri kita dengan Tuhan.


4. Amanat

Amanat yang dapat kita ambil dari puisi tersebut diantaranya adalah agar kita (pembaca) bisa menghayati hidup karena sebagai seorang manusia kita tidak luput dari kesalahan, namun walaupun begitu kita harus menyadari kesalahan kita dan segera bertaubat agar menjadi lebih dekat dengan Tuhan. 


Disadur dari beberapa sumber

Buka Komentar

Popular posts from this blog